Dalam tulisan kali ini saya hanya ingin sharing, tidak ada maksud menyalahkan pun tidak ada maksud untuk membenarkan pula.
Saya, si sandwich generation sejak lulus SMK. Saat itu di pekerjaan pertama saya, saya hanya bisa menyisihkan sebagian kecil dari gaji, karena besaran gaji saat itu tidak terlalu besar. Tapi cukup, cukup ngasih orangtua, cukup jajan, cukup transport, cukup ganti HP karena waktu itu HP lama fungsinya kurang maksimal, alias bukan smartphone.
Tahun ketiga, setelah keluar masuk kerja. Akhirnya saya memutuskan untuk daftar kuliah. Sedikit nekat. tapi diawali dengan bissmillah dan restu orangtua. Nekat, karena saya daftar dengan gaji pertama dan sedikit tabungan, dan sisanya pinjaman dari Umi Aa (nenek) yang saya ganti digajian bulan berikutnya.
Dengan gaji yang lebih besar dari kantor sebelumnya walau tetap dibawah UMK pada saat itu, namun tetap selalu bersyukur, karena rezeki itu bukan hanya dinilai dari materi, tapi dapat kantor yang mendukung saya kuliah, jam kerja yang saya bisa izin kapan saja dengan alasan yang jelas, dapat rekan kerja yang sangat amat tak terduga baiknya seperti kakak sendiri, dan yang pasti saya dapat kesempatan untuk dapat bonus yang kalau saya bisa membuat perusahaan lebih profit. Untuk sedikit membantu juga, saya ikut arisan kantor, dimana saya bisa request kalau saya ingin menang untuk biaya semesteran. Hehe.
Saat itu, saya masuk semester 4, saya dihadapkan adik laki-laki saya lanjut sekolah SMK. Dikarenakan adik saya tidak lulus tes SMK Negeri, akhirnya daftar di SMK Swasta. Bayaran hampir 3 kali lipat dari Negeri. Di waktu yang sama saya bingung, harus bayar uang pangkal sekolah yang cukup besar, saat itu kurang lebih 7 jutaan (zaman itu engap yaa, gaez). Jelas, Alloh adalah Maha Penolong yang sangat nyata. Saya dapat bonus dari perusahaan dan bisa bayar lunas uang pangkal sekolah.
Lebih dari 4 tahun, saya lulus kuliah dan adik saya lulus SMK juga. NIKMAT. Ini pencapaian saya yang sangat amat diluar nalar saya, ternyata saya bisa juga.
Keluh kesah saya menjadi sandwich genertaion pasti ada, tapi dibalik ini semua. Sangat luar biasa pelajaran yang bisa saya ambil. Itu saya terapkan pada rumah tangga saya, saya yang diakui suami yang pinter simpan uang. Awalnya agak sedikit susah, karena saya dihadapkan dengan suami yang dimana dia adalah anak bungsu, yang mungkin dimanjakan dengan orangtuanya. Namun, saya tidak akan merubah sifat suami saya dengan semaunya. Semua butuh proses. Walau pasti akan ada perdebatan-perdebatan.
Dibalik ini semua, memang orang tua saya tidak pernah meminta jatah bulanan pada saya, namun ini muncul dari diri saya sendiri. Walau saya sudah menikah dan sudah dibicarakan dengan calon suami yang sekarang sudah menjadi suami, bahwa saya tidak akan lepas untuk memberi sedikit rezeki pada orangtua dan beberapa saudara saya. Walau tidak besar, tapi itu semua menjadi kebahagiaan saya sendiri. Dan sayapun pernah minta suami untuk sisihkaan rezeki untuk almarhumah Mamah saat masih ada, walau saya yakin Mamah tidak akan pernah minta.
Walau kadang ada omongan orang yang nyampe ke kuping kami waktu masih hidup berdua belum ada anak dan numpang di rumah orangtua (alias tidak ada cicilan rumah) "suami istri enak, dua-duanya kerja, kadang pada lembur, uangnya pada gede nih". Aku hanya bisa tersenyum dan rasa ingin berteriak depan mukanya AAMIIN.
Dimulai dari hal kecil, tahun ini Ara sudah mendapatkan angpao lebaran dari saudara-saudara dan ada beberapa kado angpao dan emas juga saat lahiran. Untuk angpao lebaran saya lihat isinya minimal Rp. 20.000, lumayan juga kan untuk beli skincare-an emaknya (kalau saya Ibu yang egois, walau ga balik modal juga karena Ibu Bapanya bagi-bagi angpao juga, amit-amit deh). Saya kumpulkan semuanya, dan saya simpan disalah satu instrumen investasi. Sampai Ara ngerti, uang hak dia mau dipakai untuk apa. Sampai saat ini saya buat blog ini, angapao Ara yang saya simpan returnnya sudah setara angpau yang Uwanya kasih. MasyaAlloh yaa, tinggal kuat-kuat iman Ibu Bapanya aja nih, jangan ambil hak anak.
Nilai yang bisa saya ambil dari pengalaman saya ini adalah, kelak saya tidak ingin menjadikan anak saya adalah investasi jangka panjang. Yang dimana anak itu dituntut untuk menyisihkan penghasilan mereka untuk kami para orangtua. Saya akan bebaskan, selama semua terarah dan tidak lupa untuk masa depannya. Yuk, para orangtua, kita siapkan segala halnya untuk masa tua kita nanti.
Terima kasih juga untuk Umi, yang sudah mengajarkan banyak hal sampai saya menjadi seperti saat ini. Perjuangan-perjuangan beliau tidak akan pernah saya lupakan, tidak ada Ibu yang sempurna, tapi saya yakin dengan keterbatasannya yang dimiliki, Umi sangat ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Muah muah muah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar