Desember... apa yang anda
bayangkan dengan bulan ini? Yups, cuaca. Hujan akan sering turun. Kecuali ya di
Bogor, dari awal sampai akhir bulan akan turun hujan terus, walaupun itu musim
kemarau.
![]() |
| Setiap hari Rabu, di sepanjang jalan dan halaman rumah warga Bali sedang ada upacara adat |
Hari ketiga
Seperti biasa bangun pagi
(padahal paling telat bangunnya) saya langsung mandi air hangat (lagi). Turun ke
bawah dan sarapan. Lagi-lagi sarapan di hotel kurang menggairahkan. Hupt.
Pagi diawali dengan gerimis yang
hangat. Cuaca yang buruk menggagalkan rencana kita untuk bangun pagi buta untuk
melihat si lumba-lumba di Pantai Lovina.
Bali Tour me-reschedule ulang, Pantai Lovina diganti dengan mengunjungi Pura
Ulun Danu Beratan. Saya sangat penasaran dengan tempat ini, karena salah satu
pura yang ada di sini mendapat tempat spesial dimata uang Indonesia yakni
pecahan 50.000 Rupiah. Akhirnya kesampaian foto langsung uang
50.000 dengan pemandangan aslinya. Seneng, alhamdulillah. Sebelumnya kami semua
makan di Restaurant Ulun Danu Beratan Buffet Lunch. Setelah kenyang menyantap
sate daging gulungnya Bali, sangking lapernya karena pagi cuma sarapan nasi sayur sejumput, saya langsung makan dengan lahap tanpa dokumentasikan makanannya hehe. lalu kami langsung menikmati pura dan danau yang
diselimuti kabut indah.

![]() |
| ❤❤♡♡♡♡❤❤♡♡ |
Tak berhenti melihat Pura Ulun
Danu, kami melanjutkan perjalanan ke waterfall Gitgit Buleleng Bali. Dari Pura
Ulun Danu menuju air terjun ini kami terjebak macet yang sangat panjang. Lebih
dari satu jam kami sampai parkir dan melakukan perjalanan kaki + 50 m.Rute yang kami lewati tidak se-ekstrim perjalanan kita di beberapa air terjun
yang ada di Bogor, kami hanya melewati banyak tangga jalan setapak dengan
pemandangan hutan yang hijau, kebun cengkeh, kebon kopi dan beberapa kios
jajanan dan souvenir yang tersusun rapih. 
Di sini saya tidak merasa lelah.
Setelah melewati perjalanan air terjun setinggi 48 m ini bisa saya nikmati.
Sebenarnya daerah sini masih ada beberapa air terjun lainnya namun waktu yang
kami punya tidak cukup. Hembusan air lembut yang mengelus seluruh badan membuat
saya segar dan rasanya aaahhh kok rindu Bogor (lagi).
Puas dengan kesegaran air Terjun
Gitgit, masih ada lokasi wisata terakhir untuk mengakhiri perjalanan hari ini,
yaitu Tanah Lot. Hhmmmm penasaraaaannn.
Sampai dilokasi cukup sore,
sayang cuaca mendung sunset yang diharapkan tak kunjung datang.
Ada beberapa pura juga di sini.
Bali memang terkenal dengan kentalnya budaya dan agama. Dan di Tanah Lot inipun
mempunyai sejarah yang menarik untuk disimak.
Sejarah
Sejarah Pura Tanah Lot Bali Indonesia berdasarkan legenda, dikisahkan pada
abad ke -15, Bhagawan Dang
Hyang Nirartha atau dikenal
dengan nama Dang Hyang Dwijendra melakukan misi penyebaran agama Hindu dari
pulau Jawa ke pulau Bali.
Pada saat itu yang berkuasa di pulau Bali adalah Raja Dalem Waturenggong.
Beliau sangat menyambut baik dengan kedatangan dari Dang Hyang Nirartha dalam
menjalankan misinya, sehingga penyebaran agama Hindu berhasil sampai ke pelosok
– pelosok desa yang ada di pulau Bali.
Dalam sejarah Tanah Lot, dikisahkan Dang Hyang Nirartha, melihat sinar suci
dari arah laut selatan Bali, maka Dang Hyang Nirartha mencari lokasi dari
sinar tersebut dan tibalah beliau di sebuah pantai di desa yang bernama desa
Beraban Tabanan.
Pada saat itu desa Beraban dipimpin oleh Bendesa Beraban Sakti, yang sangat
menentang ajaran dari Dang Hyang Nirartha dalam menyebarkan agama
Hindu. Bendesa Beraban Sakti, menganut aliran monotheisme.
Dang Hyang Nirartha melakukan meditasi di atas batu karang yang
menyerupai bentuk burung beo yang pada awalnya berada di daratan.
Dengan berbagai cara Bendesa Beraban ingin mengusir keberadaan Dang Hyang
Nirartha dari tempat meditasinya.
Menurut sejarah Tanah Lot berdasarkan legenda Dang Hyang
Nirartha memindahkan batu karang (tempat bermeditasinya) ke tengah pantai
dengan kekuatan spiritual. Batu karang tersebut diberi nama Tanah Lot yang
artinya batukarang yang berada di tengah lautan.
Semenjak peristiwa itu Bendesa Beraban Sakti mengakui kesaktian yang
dimiliki Dang Hyang Nirartha dengan menjadi pengikutnya untuk memeluk agama
Hindu bersama dengan seluruh penduduk setempat.
Dikisahkan di sejarah Tanah Lot, sebelum meninggalkan desa Beraban, Dang
Hyang Nirartha memberikan sebuah keris kepada bendesa Beraban. Keris
tersebut memiliki kekuatan untuk menghilangkan segala penyakit yang menyerang
tanaman.
Keris tersebut disimpan di Puri Kediri dan dibuatkan
upacara keagamaan di Pura Tanah Lot setiap enam bulan sekali. Semenjak hal
ini rutin dilakukan oleh penduduk desa Beraban, kesejahteraan penduduk sangat
meningkat pesat dengan hasil panen pertanian yang melimpah dan mereka hidup
dengan saling menghormati.
Legenda
Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa, yaitu Danghyang
Nirartha yang berhasil
menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada
abad ke-16. Pada saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben
merasa iri kepadanya karena para pengikutnya mulai pergi untuk mengikuti
Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben kemudian menyuruh Danghyang Nirartha
meninggalkan Tanah Lot. Danghyang Nirartha menyanggupi, tetapi sebelumnya ia
dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah
laut) dan membangun pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular
penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini
termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna
hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra.
Akhirnya disebutkan bahwa Bendesa Beraben menjadi pengikut Danghyang Nirartha.
(Source : Di sini)
Cerita di atas berikut merupakan cerita singkat yang ada di Bali. Saatnya saya
menikmati deburan ombak dan segarnya angin yang menyapa sore ini.
By the way, karena aku juga rindu Bogor, sebelum menikmati indahnya pantai dan pura
ada video call yang masuk dari si Aa di Bogor, ternyata ada si Cipa.... I miss you my little sist!!
Kami pun kembali ke elf (mobil yang setia menemani kami selama di Bali)
menuju tempat makan
Ayam Taliwang. Ini sebenarnya masakan asli Lombok. *karena ngarep next bisa berkunjung ke Lombok* hari mulai gelap, dan kami bersiap kembali ke hotel. tidur yang nyenyak karena masih ada hari ke-4, ke-5 dan ke-6.
Ayam Taliwang. Ini sebenarnya masakan asli Lombok. *karena ngarep next bisa berkunjung ke Lombok* hari mulai gelap, dan kami bersiap kembali ke hotel. tidur yang nyenyak karena masih ada hari ke-4, ke-5 dan ke-6.
Selamat malam Bali...














Tidak ada komentar:
Posting Komentar