Taruh dulu
gadget-mu, lalu tatap mataku. Lupakan sejenak mengenai jejaring sosial di
antara kamu dan aku. Sadarkah bahwa itu semua semu? Sayangku, tak perlu lagi
merajuk. Dunia maya bukanlah tempat yang tepat untuk sepasang kekasih bersibuk.
Untuk apa
memajang foto kita berdua? Cita-citaku ingin fotomu ada di buku nikahku. Untuk
apa mention-mentionan mesra? Selama ada pulsa, aku lebih memilih kita
berkomunikasi di chat box, SMS, atau telepon. Kita, cukup kita yang tahu. Untuk
apa mengucapkan happy anniversary setiap bulan? Aku ingin menjadi seseorang
yang bisa bersamamu tahunan, bukan bulanan; merayakan bersamamu tahunan, bukan
bulanan. Untuk apa saling menulis nama di bio? Apa belum cukup aku menulis
namamu dalam setiap doaku pada Tuhan? Untuk apa saling memaki saat kita berdua
berselisih pendapat? Masalah tidak perlu diumbar. Mereka belum tentu simpatik.
Seharusnya pasangan bisa saling menutupi keburukan satu sama lain, bukan sebaliknya.
Sudahlah.
Aku dan kamu tidak usah terlalu digembar-gembor. Yang hening-hening syahdu itu
yang biasanya langgeng. Bukan yang dipamer-pamer. Pada waktunya, dunia hanya
perlu tahu kalau kita hebat. Kebahagian tidak membutuhkan penilaian orang lain.
Bukankah
hidup ini sebetulnya mudah? Aku rindu, datangi. Jika tidak senang, ungkapkan.
Jika cemburu, tekankan. Jika lapar, makan. Jika mulas, buang air. Jika salah,
betulkan. Jika suka, nyatakan. Jika sayang, tunjukkan. Manusianya yang
seringkali mempersulit segala sesuatu. Ego mencegah seseorang mengucap “aku
membutuhkanmu”.
Bagaikan
pendeta pramuka, detektif, atau agen rahasia, kita senang sekali membuat kode.
Mungkin evolusi membuat manusia menjadi makhluk super rumit sehingga kita kerap
berkata “enggak kenapa-kenapa” padahal kenapa-kenapa; menunjukkan senyum
padahal sedang bersedih; menyindir-nyindir padahal bisa berbicara baik-baik
dengan orang yang kita tuju.
Walhasil,
apa daya orang-orang sepertiku yang tidak terlalu ‘ngeh’ dengan kode? Kami
berujung diberi label ‘enggak peka’.
Coba sesekali simpan gengsimu itu. Akan luar biasa menyenangkan untuk bisa mengucapkan apa yang ingin kau ungkapkan. Serius... aku tahu rasanya. Taruh dulu gadget-mu, lalu tatap mataku. Sebuah dialog akan lebih mendewasakan dibandingkan permainan kode. -Fiersa Besari, Garis Waktu Hal 78-81.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar